Just Like Found Me in Another Package
Sudah baca novelnya
Dee yang berjudul Perahu Kertas? Sudah nonton filmnya yang bikin nggak sabar
karena dibagi jadi 2 bagian? Kalau kalian pecinta sastra, khususnya novel,
pasti sudah baca atau nonton. Seandainya belum, pasti sudah sangat ingin hanya saja
terkendala hal yang nggak diinginkan.
Gua sudah tau lama
novel Perahu Kertas karena lihat teman baca atau nenteng buku tebal itu ke
mana-mana. Gua punya seorang teman cewek yang sepertinya tergila-gila dengan
novel itu. Dia sampai maksa gebetannya baca buku itu sampai selesai. Alasannya
pasti agar cowok itu mengerti apa yang membuat dia cinta sama cerita novel itu.
Dan gua belum pernah baca.
Gua tahu ‘isi’
Perahu Kertas memang dari filmnya, baru kemudian gua tertarik banget—pake
banget—dan beli novelnya yang covernya udah ganti jadi perahu kertas yang
ditunggangi aktor dan aktris pemeran penting tokoh film Perahu Kertas, namun
tetap dalam tema yang sama seperti novel cetakan sebelumnya. Apa yang buat gua
tertarik dengan cerita Perahu Kertas ini? Mungkin sama seperti orang-orang
lain, tertarik sama Kugy. Yah, so do I. Sedikit banyak gua mungkin
ngerti kenapa teman gua bisa cinta sama novel itu.
Kugy yang apa
adanya, suka menulis, suka musik yang sudah tidak lagi populer karena out-of-date,
berantakan, suka berkhayal seakan punya dunia sendiri, hobi origami, yaaah, those
all described in that movie. Baru nonton adegan awal yang menjelaskan Kugy,
cowok gua bilang, “Wah, dia ini kamu banget.” Oh, thanks. Hahahaha. Gua
seneng sih dibilang gitu, karena gua sendiri beranggapan seperti itu. Paling
nggak gua nggak cuma kegeeran sendiri. Walaupun nggak secara keseluruhan, tapi
gua seperti melihat karakter gua ada di sana. I just like found me in
another package.
Dua hari kemudian, temen
gua yang sudah gua rekomendasikan untuk menonton film itu menghampiri gua yang
sedang santai di kampus. Tiba-tiba dia lapor. “Yuka, gua sudah nonton Perahu
Kertas. Dan Kugy itu.... elo banget!” Dengan gaya jari telunjuk dan jempolnya
yang diarahkan ke gua seperti pistol. Wow, Amazing Spiderman sekali,
yah! Hahaha. Gua berusaha menampilkan reaksi sebiasa mungkin dan memerankan
ekspresi yang kira-kira bermaksud ah-gua-nggak-sebegitu-miripnya-juga-kok-haha.
Lalu teman gua melanjutkan, “Asli, elo banget. Cuma bedanya dia suka dongeng lo
nggak, selebihnya kayak elo, nulis, origami, bla, bla, bla.” Selanjutnya gua
lupa dia bilang apa. Terlepas dari kondisi fisik Maudy Ayunda dalam film itu, ada
satu lagi sih yang nggak sama dengan gua. Kugy suka nulis dan dia kuliah
sastra. Sementara gua, suka nulis dan kuliah jurusan teknologi industri
pertanian. Ah, luar biasa sekali. -___-“.
Setelah gua baca
novelnya, gua temukan kesamaan lainnya. Kugy
kecil punya taman bacaan buat anak-anak sekitaran komplek tempat dia tinggal.
Buku yang dia punya disewakan. Honestly, gua juga pernah melakukan
kegiatan seperti itu dan buka penyewaan buku bacaan a la anak SD.
Bisalah dibayangkan ketidakteraturan sistem penyewaannya. Pengelolanya cuma anak
SD biasa. Hahahaha.
Alhasil buku-buku
dan majalah Bobo lama gua yang sekarang udah entah dimana itu punya tanda
khusus di covernya. Tulisan tangan gua yaitu “PERYU”. PERYU itu artinya
Perpustakaan Yuka. Dan nama itu sempat diejek sama ibu tetangga depan rumah
gua, Bu Kom namanya. Gua ingat banget, karena saat itu gua tertohok banget. Mungkin
kalau gua saat itu ada di zaman sekarang, keadaan seperti itu bisa dikatakan
‘jleb banget’. Bu Kom bilang, “Apa nih PERYU?” Gua santai menjawab kepanjangan
kata itu. “Hahahaha, untuk masak itu kali ya periuk.” Sakit sekali, man!
Saat itu gua sangat menyesal dan jadi berpikir, sesalah itukah gua kasih
nama peryu? Maka gua hentikanlah kegiatan penyewaan buku bacaan itu hanya
karena sebuah periuk. Belum juga sempat berkembang. Yah, gua rasa susah juga
untuk berkembang. Mungkin kalau ceritanya Kugy, dia sampai ngejar penyewa buku
‘nakal’ yang nggak mengembalikan buku. Kalau gua saat itu, ada yang mau baca
gratis aja syukur. Cuma sedikit yang menghargai bacaan-bacaan yang menurut gua
keren itu. Majalah bobo bekas cuma dihargai sebagai pembungkus bawang atau cabe
untuk ibu warung yang jualan di belakang rumah.
Begitu gua baca
Perahu Kertas, tadinya gua yang mengalami jleb berkepanjangan akibat PERYU,
kini gua bangga. Gua punya usaha mewujudkan hal baik sewaktu gua masih sangat
muda. Semoga hal itu nggak hilang sampai gua tua nanti.
Comments
Post a Comment